Selagi kami makan, kami melihat beberapa petinggi militer nampak sedang melakukan acara di tepian danau. Ternyata mereka sedang melakukan aksi sosial dengan membagikan life jacket kepada pelaku usaha kapal wisata Danau Diatas. Langkah yang sangat baik dan patut diapresiasi karena mengutamakan keselamatan bagi pengunjung disini.
“jadi bapak sekarang tolong dihimbau penumpangnya sebelum naik ke kapal untuk menggunakan jaket pelampungnya ya” kata bapak – bapak yang mengenakan pakaian militer ini.
Usai makan kami merasa tertarik untuk mencoba merasakan sensasi berlayar ke tengah danau yang merupakan hulu dari Sungai Batanghari ini, lagipula ongkosnya juga murah, hanya Rp 10.000 aja.
Para ibu yang membawa anak – anak berebut masuk ke kapal. Saya dan Alwan menunggu paling akhir saja karena mengincar posisi paling depan supaya lebih nyaman.
Mula – mula kapal digerakkan dengan cara mendorong dasar danau menggunakan sebuah batang bambu berukuran besar. Kapal bergerak perlahan dan ketika sarat air sudah dirasa cukup untuk mengapung barulah mesin kapl dihidupkan.
Kapal pun berlayar menuju ke tengah Danau Diatas. Angin dingin mulai menyapa para penumpang, awan mendung kembali menghiasi langit.
Saya tidak betah berada di dalam dek, saya pun keluar dan duduk di haluan kapal, membiarkan tubuh saya berteman akrab dengan angin dingin.
Seorang pemuda yang lebih dulu berada di haluan memulai percakapan,
“darimana, bang” katanya
“saya dari Jakarta” jawab saya
“wah Jakarta, enak ya, bang. Saya ingin sekali ke Jakarta” ucapnya dengan nada serius
Rupanya Jakarta memang masih dianggap sebagai sebuah kota yang menarik untuk mencari penghidupan lebih layak.
“untuk apa kamu ke Jakarta, saya aja gag betah disana, ingin hidup disini, lebih bebas” kata saya
“cari kerja, bang” jawabnya singkat
“kamu sudah yakin ke Jakarta? Hidup di Jakarta itu tidak mudah, lebih enak disini lagi, lihat alam disini begitu indah, udara sangat sejuk yang bisa kita hirup kapan saja, di Jakarta yang kita hirup polusi kawan” kata saya lagi
“saya sudah pengalaman kerja di Padang, bang, jadi tukang nasi (maksudnya bekerja di sebuah rumah makan” jawabnya penuh keyakinan
Obrolan kami terhenti karena hujan tiba – tiba datang, ketika kapal telah berada di tengah danau. Saya kembali ke dek penumpang.
Angin terus berhembus semakin kencang hingga mampu membuat kapal kami bergoyang – goyang ke kanan ke kiri dengan cepat.
Kapal memutar arah, kembali ke tepian danau. Total waktu untuk menikmati sensasi berlayar di Danau Diatas ialah 20 menit.
Kapal telah berada di tepi danau, para penumpang pun turun satu per satu, begitu juga dengan kami.
Kami pun bergegas meninggalkan Danau Diatas menuju destinasi selanjutnya yang saya sendiri belum tahu dimana titik berhentinya.
Comments