Lampung merupakan provinsi paling selatan di Bumi Andalas. Sewaktu kami kecil, kami hanya mengenal Lampung sebatas Pelabuhan Bakauheni, Rumah Makan Siang Malam, Rumah Makan Begadang 1,2,3, Rumah Makan Bareh Solok, Terminal Rajabasa, Kalianda. Iya itu saja, tempat yang kami kenal di Lampung itu semuanya berkaitan dengan rute perjalanan yang kami lalui ketika kami masih menggunakan transportasi darat untuk pulang kampung ke Padang.
Sebelumnya tak pernah terbesit sedikit pun untuk bisa mengunjungi Lampung. Ada apa disini? Kami tidak memiliki kepentingan dan keluarga yang tinggal di negeri Sai Bumi Ruwa Jurai ini.
Namun semuanya berubah ketika Bang Ian yang selepas lulus kuliah bekerja di bank BUMN yang berkantor di Tanjung Karang, Bandar Lampung.
Well, saya, Bang Eka dan Kak Nani pun membuat rencana untuk mengunjunginya. Selain bertemu dengan Bang Ian tentunya jalan – jalan juga dong.
Kami telah menentukan tanggal mainnya yakni 8 – 9 Oktober 2016, adapun tujuan wisata yang akan kami kunjungi yaitu Pulau Pahawang di hari pertama, sedangkan di hari kedua kami akan mengunjungi Taman Nasional Way Kambas.
Jakarta Menuju Lampung
Masih dini hari, bahkan ayam – ayam pun belum berkokok. Namun kami telah sibuk terjaga dari tidur, mandi dengan air yang terasa membekukan, lalu berkemas. Hal ini harus kami lakukan karena pesawat kami akan berangkat jam 05.40
Pak Aris, sopir taksi online langganan kami sudah tiba di depan rumah jam 03.30, saya suka sekali dengan beliau yang selalu on time jika menjemput kami. Dari rumah kami segera berangkat menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta, oh iya sebelumnya kami singgah dulu di Pom Bensin Kebon Jeruk untuk menjemput Bang Eka dan Kak Nani, sepasang suami istri yang lagi ketagihan nge-trip efek menular dari saya. Satu bulan sebelumnya kami juga jalan – jalan bareng ke Belitung, Negeri Laskar Pelangi.
Kami tiba 30 menit kemudian di Terminal 3 Ultimate, ini adalah pertama kalinya kami berangkat dari sini. Terminal ini nampak megah serta memiliki fasilitas yang memadai. Tidak ada antrian penumpang dari pintu masuk, check in, hingga ke boarding room.
Tepat jam 05.20 kami dipersilahkan untuk memasuki pesawat dan 20 menit kemudian pesawat tinggal landas meninggalkan ibukota menuju Bandara Radin Inten II.
Kami mendarat dengan selamat di Bandara Radin Inten II, langit nampak dihiasi oleh awan – awan berwarna kelabu. Sepertinya cuaca di Lampung sedang kurang baik hari itu.
Keluar dari bandara Bang Ian telah menunggu untuk menjemput kami. Dari Bandara Ratin Inten II kami menuju kosan Bang Ian terlebih dahulu untuk menjemput Bang Teguh yang ternyata dari kemarin sore sudah tiba duluan di Lampung.
Menyenangkan rasanya karena Mama beserta keempat anaknya bisa berkumpul bersama, oh iya tambah lagi satu kakak Ipar. Jarang banget kami bisa seperti ini karena faktor pekerjaan yang memisahkan kami. Bang Teguh kini bekerja di Pulau Karimun Besar setelah sebelumnya 10 tahun di Pulau Batam.
Menuju Pulau Pahawang
Setelah full team kami memulai perjalanan menuju Dermaga Ketapang tempat dimana kapal – kapal wisata yang membawa wisatawan yang hendak ke Pulau Pahawang berada. Tapi, emang dasarnya suka makan sebelum kesana kami singgah dulu di warung Mie Lampung.
Dari Tanjung Karang menuju Dermaga Ketapang berjarak sekitar 28 Km dan pada waktu itu kami tempuh selama kurang lebih 1 jam perjalanan. Saat menuju kesana terdapat beberapa objek wisata diantaranya Pantai Sari Ringgung yang terkenal dengan masjid terapungnya.
Tiba di Dermaga Ketapang kami disambut oleh Pak Agung yang akan menjadi kapten kapal yang kami tumpangi.
Kapal wisata yang ada di sekitar Dermaga Ketapang semuanya memiliki cadik di kanan kiri badan kapal yang terbuat dari bambu berukuran besar. Cadik ini berfungsi sebagai penyeimbang saat perahu dihantam gelombang. Desain sederhana yang sudah ada sejak dahulu dan masih diaplikasikan hingga saat ini.
Setelah semuanya siap, kami mulai berlayar menuju Pulau Pahawang yang akan memakan waktu sekitar 45 menit tergantung pada kondisi gelombang.
Selain bercadik, kapal wisata ke Pulau Pahawang umumya memiliki dua mesin berkekuatan 16 PK, mesin ini menggerakan propeller guna menghasilkan gaya dorong pada kapal untuk melawan gelombang.
Perjalanan menuju Pulau Pahawang Kecil terbilang agak mengerikan, pada saat mulai dari Dermaga Ketapang aja sudah nampak riak – riak gelombang terlebih ketika kapal semakin jauh dari daratan Sumatera, gelombang semakin besar terutama yang datang dari arah 90 derajat terhadap arah laju kapal membuat gerakan roll (oleng) pada kapal cukup besar namun hal itu sudah diantisipasi dengan cadik yang dapat mengurangi gerakan roll tersebut. Kenapa jadi serius begini catpernya ya?
Makan Siang Di Pulau Pahawang Kecil
Kami tiba di Pulau Pahawang Kecil, karena sudah waktunya makan siang jadi kami mencari posisi yang paling pas untuk santab makan siang berupa nasi Padang.
Usai makan siang barulah kami bermain – main disekeliling pulau tapi ga bisa puas karena ternyata pulau ini milik pribadi sehingga ada beberapa tempat yang wisatawan tidak diperkenakan untuk masuk ke dalamnya. Sehingga wisatawan yang datang kesini hanya bermain di pasir pantai yang tidak begitu luas atau berfoto di sekitar pohon mangrove.
Tidak banyak yang bisa dilakukan disini sehingga kami beranjak menuju Pulau Pahawang Besar untuk snorkeling. Sabtu itu meski cuaca terbilang kurang bagus namun masih banyak juga wisatawan yang datang, setidaknya ada 10 kapal yang lego jangkar di spot snorkeling Pahawang Besar.
Selain saya tidak ada lagi anak mama yang snorkeling tapi saya ditemani oleh Pak Agung dan Bang Toretto driver yang sedari tadi diam saja namun ikutan nyebur ketika melihat beningnya air serta keadaan underwater yang cantik ini.
“bang, bang, bang, ayo kesini, ayo kesini” kata Pak Agung
Ternyata Pak Agung menunjukan lokasi dimana plang bertuliskan Taman Laut Pahawang berada, lokasi ini merupakan tempat favorit bagi wisatawan untuk berfoto tapi caranya harus menyelam. Saya mencoba menyelam tapi apa daya saya tak kuasa, selalu saja gagal. Padahal sudah latihan di kolam renang pas dipraktekin di laut malah gag bisa. Ya sudahlah foto apa adanya aja.
Puas snorkeling, kami kembali menuju Dermaga Ketapang, perjalanan kembali yang cukup menegangkan karena waktu itu di langit menggantung awan mendung nan tebal serta angin sebagai salah satu faktor pembangkit gelombang berhembus kencang.
Segala gerakan kapal baik yang translational maupun rotational terjadi pada kapal yang kami tumpangi, berdo’a dalam hati kami masing – masing semoga saja kami bisa tiba di dermaga dengan selamat.
Alhamdulillah, akhirnya kami berhasil menyentuh kembali daratan Pulau Sumatera. Dan saya masih bisa menulis cerita perjalanan ini.
Comments