Sedari dulu saya penasaran banget sama yang namanya Pacu Jawi, sebuah atraksi balapan sapi khas Minangkabau. Pertunjukan ini memang agak terbilang “langka” karena hanya ada di empat nagari di Kabupaten Tanah Datar yaitu Nagari Pariangan, Nagari Rambatan, Nagari Lima Kaum dan Nagari Sungai Tarab.
Bagi perantau yang tinggal di ibukota tentunya sulit untuk menyaksikannya secara langsung, oleh karena itu ketika saya mendapatkan informasi perhelatan Pacu Jawi yang bertepatan dengan libur lebaran, saya gag mau kehilangan kesempatan ini.
Untuk menyaksikan Pacu Jawi ini, saya harus rela menolak ajakan mendaki Gunung Talang, gunung yang memiliki pesona keindahan berupa panorama empat danau dalam satu pandangan ketika tiba di puncaknya, saya belum pernah mendaki gunung ini itulah mengapa saya katakan “harus rela”. Selain itu, saya sudah menjadwalkan bahwa di hari keempat perjalanan menjelajahi Sumbar ini kami harus berada di wilayah Tanah Datar. Hal yang membuat kami harus rela menginap di tepian Danau Singkarak.
Menuju Lokasi Pacu Jawi
Pacu Jawi yang akan saya saksikan kala itu berlangsung di Jorong Galo Gandang yang berada di wilayah Nagari Rambatan. Setelah menyaksikan pemandangan Danau Singkarak di Puncak Bukit Aua Sarumpun. Kami segera menuju ke lokasi karena dari info yang saya dengar, Pacu Jawi biasanya dimulai jam 10 pagi.
Saya tidak tahu dimana lokasinya berada, sehingga tiap berjumpa dengan persimpangan saya selalu bertanya kepada orang yang kami jumpai. Pertanyaan yang selalu dibalas dengan pertanyaan dari orang yang saya tanyakan “Dari ma diak?”
Matahari semakin terik, badan kami yang belum tersentuh air sejak shubuh tadi merasa kegerahan. Kami berhenti terlebih dahulu di sebuah mushala yang berada di tepi jalan. Tujuan kami berhenti disini ialah untuk menumpang mandi dan kebetulan mushala ini memiliki kamar mandi yang berada di belakang bangunan mushala. Kami pun mandi secara bergantian.
Usai mandi harusnya langsung lanjut jalan, tapi baterai kamera dan smartphone sudah sekarat, jadilah kami sekalian menumpang ngecharge baterai. Sembari menunggu baterai penuh, kami bisa leyeh – leyeh, membaringkan tubuh, ah nikmatnya.
Setelah baterai penuh dan tubuh kembali segar, kami melanjutkan perjalanan menuju Galo Gandang yang lagi – lagi menjadi perjalanan penuh pertanyaan kepada orang – orang yang kami jumpai tiap simpangnya.
“abang luruih taruih, beko belok ka kida, lapas tu luruih taruih bang” kata seorang anak yang masih mengenakan pakaian pramuka ketika saya bertanya arena Pacu Jawi. Anak itu memberikan informasi dalam bahasa Minang yang untungnya bisa saya mengerti.
Akhirnya berkat informasi dari anak itulah yang mengantarkan saya tiba di arena Pacu Jawi. Nampak area persawahan yang ramai seperti pasar. Warga berbondong – bondong datang untuk menyaksikan langsung Pacu Jawi, tidak hanya warga lokal saja tetapi juga wisatawan dari luar daerah hingga mancanegara tak mau ketinggalan.
Menyaksikan Pacu Jawi Secara Langsung
Jarum detik terus berlari di lingkar tangan, sudah jam 10 tapi belum juga ada tanda – tanda akan dimulainya Pacu Jawi. Sementara itu para penonton semakin ramai berdatangan, begitu juga dengan para joki yang datang bersama sapi kesayangan, mereka berkumpul di satu area yang memang ditujukan untuk “memarkirkan” sapi.
Sembari menunggu, kami tertarik untuk mencoba salah satu menu yang dijajakan oleh ibu yang mencari peruntungan dengan menjual nasi lengkap dengan berbagai lauk pilihan, menu tersebut adalah pangek ikan sasau. Cerita tentang makanan spesifik ini akan dibahas di lain waktu ya.
Akhirnya, yang ditunggu – tunggu tiba juga, para joki mulai bersiap di ujung tempat pacuan. Mereka memulai pemanasan, meski masih sebatas pemanasan tapi sudah menarik perhatian penonton terutama bagi mereka yang membawa kamera.
Musik talempong yang terdengar dari pengeras suara mulai dimainkan dengan rancak tanda acara dimulai. Kali ini para joki akan memacu sapinya lebih kencang lagi.
Pacu Jawi menggunakan sepasang sapi yang telah terpasang alat bajak pacu yang terbuat dari bambu sebagai alat berpijak bagi sang joki. Setelah sang joki dan sapinya siap maka sapi dikagetkan dengan berbagai cara, ada yang berteriak, ada yang menepuk bagian belakang sapi ada juga yang menggigit ekor sapi supaya sapi berlari dengan kencang.
Filosofi Penentuan Pemenang Pacu Jawi
Meski pacu berarti lomba kecepatan namun yang menjadi pemenang bukanlah siapa yang tercepat tetapi yang bisa berlari lurus.Teknis penentuan pemenang ini mengandung filosofi bahwa sapi saja harus berjalan lurus apalagi manusia. Dan manusia yang bisa berjalan lurus tentu akan tinggi nilainya, dialah yang menjadi pemenang.
Comments