Riuh di Pagi Hari
Hooooiii, sia nan lalok disitu?
Tampek urang mandi, tacirik, inyo lalo disitu!
Suara hardikan dari ibu – ibu yang memiliki tingkat intensitas suara setaraf dengan suaranya mamah Dedi ketika menjawab pertanyaan jamaah-nya terdengar dari luar tenda. Suara itu seolah menarik arwah saya yang sedang asik bermain – main di dunia lain kembali ke dalam raga. Saya terkejut dan terbangun.
Gemiricik air terdengar sangat jelas, saya buka sedikit resleting tenda, lalu melihat keadaan disekitar.
OMG! Banyak ibu – ibu lagi pada mandi, disebelah timur laut sana ada orang yang sedang asik “nongkrong” seolah tidak peduli dengan keadaan disekitarnya.
Panik! Saya bangunkan Alwan yang masih terlelap dalam tidurnya.
Kami segera merapikan tenda dengan cepat, mungkin ini adalah rekor saya tercepat meringkas tenda ke dalam tas di seumur hidup ini.
Kami bergegas melarikan diri dari omelan ibu – ibu itu. Fyuuuuh.. salah tempat ternyata.
Menuju Aua Sarumpun
Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan Pacu Jawi di Tanah Datar, dan untuk tahun ini pada dua minggu pertama diadakan di Jorong Galo Gandang yang masuk ke dalam Kenagarian Rambatan.
Itulah mengapa kami berada di wilayah Kabupaten Tanah Datar dari hari sebelumnya.
Pacu Jawi biasanya dimulai saat tengah hari, maka dari itu di pagi itu sebelum ke Galo Gandang saya ingin membawa Alwan ke sebuah tempat yang sangat indah.
Dari tepian Danau Singkarak, saya pacu kuda besi ini kembali melewati Jalan Raya Ombilin – Batusangkar. Tepat pada Km 4 jalan ini, saya arahkan ke kiri, melewati jalan setapak yang terus menanjak.
Jalan ini nantinya berakhir pada sebuah puncak bukit bernama Aua Sarumpun. Tempat dimana seharusnya kami membuka tenda semalam, tapi karena rasa takut diserang babi hutan di malam hari kami urung kesini.
Pada Februari lalu, saya sudah pernah mengunjungi puncak bukit ini bersama Wilma dan adik – adiknya. Saya jatuh cinta pada Aua Sarumpun pada kedatangan saya yang pertama dimana ketika tiba disambut oleh bayu sore yang menyejukkan, serta semburat cahaya keemasan dari arah barat yang lambat laun hilang karena terhalang oleh bukit yang menjadi penjaga Danau Singkarak.
Kini saya datang kembali bersama Alwan, tidak ada orang selain kami waktu itu, sepi, bahkan suara hati saja sampai bisa terdengar. Kabut tibis di pagi hari membuat suasana makim muram.
Alwan terduduk lesu, sepertinya masih kurang tidur atau lelah karena kami sudah memasuki hari ke empat.
Perlahan kabut tipis itu terusir oleh kedatangan sinar mentari. Saatnya mengabadikan keindahan Aua Sarumpun.
Comments