Puncak Lawang yang berada dalam wilayah Kabupaten Agam, Sumatera Barat merupakan daerah penghasil tebu yang terkenal. Mata pencaharian masyarakat Puncak Lawang adalah berkebun tebu. Warga Puncak Lawang tidak hanya berkebun namun juga mengolah langsung tebu tersebut, bahkan hingga saat ini masih ada kilang tebu yang menggunakan proses penggilingan tebu menggunakan tenaga kerbau, salah satu kilang tebu yang melakukan hal tersebut adalah Kilang Tebu Tradisional milik Pak Asrul yang berada di Jalan Panorama Puncak Lawang, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam.
Demi melihat proses yang unik ini saya menginap di Matur kemudian di pagi hari saya menuju kawasan Puncak Lawang yang berjarak 6 Km dari Matur. Pagi itu saya sangat beruntung karena ketika sampai di Kilang Tebu Pak Asrul, beliau baru saja akan memulai proses penggilangan tebu menggunakan kerbau. Kedatangan saya langsung disambut dengan senyum ramah Pak Asrul.
Proses awalnya adalah dengan menutup mata kerbau menggunakan tempurung kelapa lalu diikat dengan kain. “Dengan ditutup matanya si kerbau akan patuh dan terus berjalan berputar, kalo tidak maka dia akan berhenti – henti kerjanya” kata Pak Asrul.
Batang tebu yang telah ditebas dan dibersihkan daunnya kemudian diperas lewat gerinda yang terbuat dari besi, dahulu gerinda ini terbuat dari kayu dan bila saat proses penggilingan akan mengeluarkan suara hentakan yang keras. Air perasan tebu tersebut mengalir ke sebuah bak berukuran kecil, setelah semua batang tebu diperas kemudian air perasan tebu itu dituang ke dalam kuali berukuran besar yang telah diletakan diatas tungku. “tiap kuali harus terisi penuh, tidak boleh sedikit nanti gulanya gag bagus dan berwarna hitam” terang Pak Asrul.
Setelah semua kuali terisi penuh maka api mulai dinyalakan, yang menjadi bahan bakarnya adalah batang tebu hasil sisa perasan yang telah dikeringkan sehingga proses pembuatan gula ini tidak menyisakan sampah, semuanya terpakai.
Ketika air tebu tersebut mulai mendidih maka diatas kuali ditaruh sebuah alat seperti keranjang berbentuk tabung yang terbuat dari anyaman bambu, penggunaan alat ini dengan tujuan supaya air tebu yang mendidik tidak berserakan keluar dari kuali.
Proses memasak ini membutuhkan waktu setidaknya 2 – 3 jam, ketika air tebu telah mengental coklat kemerahan, itulah saatnya menyiapkan cetakan – cetakan kayu, pasta coklat dituangkan dan tak sampai dua menit kepingan – kepingan gula merah mengeras nan manis, siap dipasarkan. Satu bungkusnya yang terdiri dari 6 kepingan gula merah dijualnya dengan harga Rp 10 ribu. Dari 100 batang tebu yang ia peras setidaknya menghasilkan 35 Kg gula merah.
Dulu sebelum Puncak Lawang terkenal sebagai tempat wisata, Pak Asrul menjual seluruh hasil gula merahnya ke luar Lawang namun kini sebagian ia jual di kedainya yang bersebelahan dengan kilang tebu miliknya bahkan ada olahan – olahan lainnya yang pas dijadikan oleh – oleh seperti kripik ubi jalar dan talas yang telah diberi gula merah yang dijualnya Rp 15 ribu per bungkus, ada juga kipang kacang Rp 15 ribu, kipang jagung Rp 15 ribu.
Comments