Usai mengeksplore Air Terjun Sarasah Aie Angek yang keberadaannya agak tersembunyi itu, Willy ternyata masih ingin memberitahu saya satu tempat lagi yang masih jarang bagi wisatawan mengunjunginya. Dari Sarasah Aie Angek kami menuju Sarasah Aie Luluih.
“Sarasah Aie Luluih, apa spesialnya? Orang – orang banyak yang kesini ” tanya saya kepada Willy
“bukan ini yang Willy maksud, bang. Willy mau ajak abang ke puncak dari Sarasah ini” jawab Willy mantab sembari menunjukkan jarinya ke arah puncak Sarasah Aie Luluih
“ah, apa benar? Kita ke pucuk dari air terjun, apa ada jalannya kesana?” tanya saya heran
“tenang, bang. Sudah ada jalurnya, paling 15 menit kita sudah sampai di puncaknya” Willy menjawab seolah ini adalah hal yang mudah baginya dan bagi saya.
Setelah diyakinkan oleh Willy, kami pun memulai trekking ke pucuk tersebut. Awal jalur masih biasa saja walau sudah agak menanjak serta harus berhati – hati karena pada beberapa sisi jalur terdapat tumbuhan berduri tajam.
10 menit kemudian, “bang lepas sandal ya, kita panjat tebing ini” kata Willy
“OMG, tebing yang berbentuk seperti karang lautan yang mongering ini harus saya daki?” saya bertanya – tanya dalam hati, meneguhkan keyakinan saya apakah sanggup melewatinya?
Willy memanjat tebing tersebut dengan cepat tanpa ada kendala sama sekali.
“ayo, bang. Pasti bisa” ucapnya setelah ia berhasil menaklukan tebing tersebut.
Perlahan saya mulai memanjat tebing tersebut, saya harus berhati – hati karena tebing ini tidak mudah ditaklukan buat saya, terdapat dinding – dinding tebing yang basah dan berlumut sehingga sangat licin, salah pijakan atau pegangan maka habislah saya.
Saya pun berhasil menaklukan tebing yang menjadi tantangan kedua setelah tanjakan yang di kanan kirinya tumbuhan berduri. Apakah tantangan ini segera berakhir? Ternyata tidak! Setelah tebing yang harus di panjat adalah akar – akar pepohonan. “OMG” untuk kedua kalinya.
Willy lagi – lagi dengan mudah melewatinya seperti sudah terbiasa melakukannya sehari – hari. Sementara saya lagi – lagi harus bersusah payah menuntaskan tantangan memanjat akar – batang pepohonan ini. Salah memegang akar – batang yang lapuk, tamat sudah riwayat saya.
Willy menunjuk – nunjuk bagian akar – batang yang mana saja yang sekiranya kuat untuk saya jadikan pegangan dan pijakan. Yaps, akhirnya berhasil meski tubuh saya langsung berkeringat sebesar biji jagung.
“ayo, bang. Sudah dekat lagi kita dengan pucuknya Aie Luluih” Willy menyemangati saya yang masih mencoba menyelaraskan nafas yang sudah kembang kempis
Benar saja, baru berjalan sebentar kami sudah tiba di tempat yang dimaksud oleh Willy.
“nah kita sudah sampai, bang. Ini puncaknya Sarasah Aie Luluih, surga ini bang, gag semua orang tahu dan bisa kesini”
Ternyata, puncak dari Sarasah Aie Luluih ialah berupa air terjun juga namun berukuran mini. Biarpun mini, debit airnya mengalir sangat deras terlebih saat itu musim hujan. Di bawah air terjun mini tersebut terdapat kolam berwarna hijau pertanda dalamnya kolam tersebut, kata Willy dalamnya sekitar 6 meter.
Pada kolam tersebut dipasang pipa – pipa paralon yang dipasang oleh para penjaga warung yang menjajakan dagangannya di sekitar area Sarasah Aie Luluih, tujuan pemasangan pipa – pipa tersebut ialah untuk mendapatkan sumber air bersih untuk warung.
Saya cukup puas bisa menuntaskan tantangan ini yang saya yakin tidak semua orang yang ke Lembah Harau tahu dan bisa mencapai, melihat puncak dari Sarasah Aie Luluih ini.
Comments