Sore itu hujan baru saja reda di Kota Batusangkar. Akhirnya saya bisa melanjutkan perjalanan setelah berteduh di Istana Basa Pagaruyung. Saya hendak ke Lembah Harau yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dari Pagaruyung saya melibas aspal yang masih basah melewati pusat Kota Batusangkar. Di sisi kanan saya melihat sebuah gapura bertuliskan Benteng Fort Van Der Capellen.
Saya pun tertarik dan penasaran untuk masuk ke dalamnya, melihat benteng Fort Van Der Capellen dari dekat.
Saya tertegun di depan bangunan benteng Fort Van Der Capellen, tidak ada aktivitas wisata disini, berbeda dengan “saudaranya” yang ada di Bukittinggi sana. Pintu masuk benteng di kunci dengan gembok berukuran besar.
Sementara itu di sebelah benteng ada lapangan bola, remaja – remaja yang seperti warga sekitar benteng sedang asyik mengolah si kulit bundar. Mereka terheran – heran dengan saya yang asik memfoto benteng dari berbagai sudut.
“hei, manga lo ang bakodak – Kodak disiko” kata salah seorang warga
Saya tak begitu menghiraukan mereka dan tetap asik berfoto sembari berharap agar ada seseorang yang bisa membukakan pintu masuk ke dalam benteng.
Harapan saya terkabul, tiba –tiba saya ada seorang ibu yang mengendarai sepeda motor lalu berhenti tepat di depan pintu benteng. Ibu itu pun menyapa saya.
“benteng ini memang bukan tempat wisata, sekarang digunakan sebagai Kantor Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanah Datar” kata ibu itu membuka awal pembicaraan.
“saya kesini sedang ambil barang yang ketinggalan, kamu mau ikut masuk?” lanjutnya lagi.
Tawarannya yang tentunya tidak saya tolak. Di ruang kerjanya, ibu itu (duh saya lupa namanya) memberikan saya beberapa buku tentang pariwisata di Kabupaten Tanah Datar.
Sejarah Benteng Fort Van Der Capellen
Kembali ke Benteng Fort Van Der Capellen, jadi benteng yang berada di tengah Kota Batusangkar ini sangat erat kaitannya dengan peristiwa Perang Padri yang terjadi pada tahun 1821. Perang yang melibatkan antara Kaum Agama melawan Kaum Adat.
Untuk menghadapi Kaum Agama, pihak Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang saat itu telah berkedudukan di Kota Padang. Tawaran ini disanggupi oleh Belanda dengan syarat diantaranya kepala penghulu dari Pemerintahan Kerajaan Pagaruyung menyerahkan kekuasaan ke Pemerintah Hindia Belanda.
Satu tahun kemudian (1822), Belanda di tiba di Batusangkar. Mereka mulai membangun benteng, mengambil tempat yang strategis yaitu tempat paling tinggi dan hanya 500 meter dari pusat kota.
Benteng dibangun kurang lebih selama 4 tahun, memiliki ketebalan dinding 75 cm dan 4 meter dari dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar mengelilingi bangunan benteng. Kemudian oleh Hindia Belanda diberi nama Benteng Fort Van Der Capellen yang diambil dari nama Gubernur Jenderal Belanda pada saat itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip Baron Van Der Capellen.
Dengan keberadaan benteng pertahanan yang sangat strategis membuat Belanda dengan sangat mudah menguasai wilayah sekitar Batusangkar.
Ketika Jepang berhasil menguasai Sumatera, pihak Belanda pun meninggalkan benteng ini, Sejak saat itu fungsi dari Benteng Fort Van Der Capellen telah mengalami perubahan. Ia pernah menjadi markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari tahu 1943 – 1945, pernah juga menjadi Mapolres Tanah Dartar hingga tahun 2000.
Dan saat ini menjadi kantor Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanah Datar serta Kantor Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Tanah Datar.
Meski telah beberapa kali mengalami perubahan fungsi, bangunan benteng masih terlihat terjaga dengan baik. Parit – parit yang mengelilingi benteng sudah ditimbun dengan tanah. Di depan benteng terdapat 2 buah Meriam peninggalan Belanda, Meriam ini bertuliskan 1790 dan VOC.
Comments