Ketika angin di gunung terasa menusuk, maka saya akan berlari ke pantai, membiarkan tubuh ini disapa oleh bayu yang menyejukkan. Maret 2015, cuaca tak menentu, pagi cerah namun sore hari hujan deras. Selain kondisi cuaca yang tidak jelas, banyak gunung yang berada dibawah naungan Taman Nasional menutup pendakian namun hasrat nge-bolang terus membara.
Maka, ketika ada yang mengajak kemping di sebuah pulau yang berada di Kepulauan Seribu tanpa pikir panjang saya mengikutinya.
Pulau yang dijadikan tempat untuk kemping kali ini ialah Pulau Petondan Kecil namun lebih akrab disebut Pulau Papatheo, bukan Papa T Bob, itu mah pencipta lagu anak – anak.
Menuju Pulau Harapan
Untuk menuju Pulau Papatheo maka terlebih dahulu kami harus singgah di Pulau Harapan lalu selanjutnya menyewa ojek kapal yang bisa mengantarkan kami ke Pulau Papatheo.
Seperti disebutkan diawal, cerita ini berlangsung pada Maret 2015 dimana kala itu kami masih naik kapal dari Pelabuhan Muara Angke, saat ini wisatawan yang menuju ke Kepulauan Seribu telah dipindahkan ke Pelabuhan Kali Adem yang tidak jauh dari Muara Angke.
Pulau Harapan merupakan salah satu pulau favorit di Kepulauan Seribu karena memiliki pasir pantai yang putih, selain itu disekitarnya terdapat pulau – pulau untuk island hoping. Karena menjadi favorit maka sudah tentunya kapal yang menuju kesana dipenuhi oleh penumpang. Bahkan kapal yang kami tumpangi waktu itu sudah overload, banyak penumpang yang tidak kebagian tempat didalam sehingga terpaksa duduk di haluan kapal bahkan banyak juga yang berada di atap kapal. Ngeri lah ngelihatnya.
Dari Muara Angke ke Pulau Harapan dibutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam tergantung pada faktor cuaca dan gelombang. Alhamdulillah perjalanan kali ini laut sangat bersahabat.
Tiba di Pulau Harapan, saatnya turun dari kapal namun ini bukanlah perkara mudah karena semua penumpang berebut untuk turun, jadi kami bersabar saja lah, tunggu semuanya keluar. Toh, kami ga berburu dengan waktu.
Berlayar Menuju Pulau Papatheo
Keluar dari kapal kami langsung menuju ojek kapal yang telah dipesan sebelumnya oleh Bang Gery. Diatas kapal telah tersedia nasi kotak untuk makan siang kami, “wah siph banget makan siangnya diatas kapal” kata saya
Dari Pulau Harapan ke Pulau Papatheo memakan waktu sekitar 1 jam, Saat menuju Pulau Papatheo kami melewati pulau lainnya yang telah sangat terkenal bagi wisatawan yaitu Pulau Perak dan Pulau Bulat. Nah, akhirnya sudah nampak pulau yang kami tuju, sebuah pulau yang memanjang dihiasi dengan pasir putih juga banyak pohon kelapa yang nampak rapi berjejer. Kapal pun merapat ke dermaga, Bang Gery meminta izin untuk kemping disini kepada penjaga pulau, setelah diizinkan kami mendirikan beberapa tenda sebagai tanda nge-tag-in wilayah, pada saat kami sampai memang belum ada kelompok lain, makanya itu buat jaga – jaga aja.
Snorkeling Ceria
Setelah mendirikan tenda dan ganti baju kami kembali lagi ke kapal untuk menuju spot snorkeling, Pak Tamin mengantarkan kami ke spot pertama, satu – per satu dari kami mulai menceburkan dirinya. Namun, setelah dilihat – dilihat underwater-nya, Kami meminta untuk cari spot lain karena terumbu karang di spot ini tidak bagus dan banyak yang sudah mati dapat dilihat dari terumbu karang yang telah memutih atau istilah kerennya disebut coral bleaching. Lalu kami kembali ke kapal untuk ke spot lain, nah spot kedua lumayan lah pemandangan underwater-nya, tapi kalo sekarang banyak ubur – ubur nih, banyak dari kami yang merasa seperti disengat terutama dibagian lengan.
Cabut lagi dari spot 2, kami menuju, menuju apa ya, saya juga tidak mengerti kenapa bagian yang ketiga ini begitu dangkal namun banyak sekali ojek kapal yang ke sini, letaknya itu dekat banget sama Pulau Perak. Apa mungkin ini sebuah Pulau Gosong namun karena pasang jadi gag muncul deh pasir putihnya. Entahlah. Yang jelas kami nikmati saja dengan berfoto – foto ria.
Kemudian kami diminta kembali ke kapal, sebelum pulang kami mampir dulu ke Pulau Perak yang nampak ramai sekali oleh wisatawan. Kapal pun merapat ke dermaga Pulau Perak. Bang Gery dan Andrew nampak mengenang kisahnya saat kemping ceria disini, katanya dulu pulau ini gag begitu ramai dan diperbolehkan untuk kemping juga, namun karena ulah oknum campingers yang menggunakan obat – obat terlarang saat kemping membuat pulau ini tidak diperkenankan lagi dan tidak hanya pulau ini saja tapi banyak pulau yang kini dilarang dijadikan tempat kemping. Jadi memang kini untuk kemcer di Pulau Seribu sudah agak ribet dan pulaunya pun terbatas. Sayang banget ya, inilah yang disebut karena nila setitik rusak susu sebelanga, karena ulah oknum campingers membuat campingers yang baik – baik kena getahnya juga, kami jadi kesulitan mendapatkan tempat bermain.
Okelah, kami nikmati saja Pulau Perak yang rindang karena banyak pepohonan yang tumbuh subur dengan daunnya yang lebat, di pulau ini banyak sekali ayunan yang menjuntai yang dimanfaatkan oleh wisatawan untuk bermain ayunan atau yang pacaran bisa romantis – romantisan dorongin pacarnya gitu supaya ayunannya lebih tinggi, nah yang jomblo bisa tuh ke atas pohon untuk mutusin tali ayunannya pas orang pacaran lagi main ayunan, huahaha..
Di Pulau Perak ada beberapa warung yang menjual penganan seperti gorengan dan mie seduh tabung cepat saji, minuman dingin juga hangat seperti kopi dan teh. Kami mengambil tempat untuk berteduh bersama sembari menikmati gorengan dan mie seduh.
Karena hari semakin senja kami kembali ke kapal namun sebelum itu foto – foto dulu dong di Pulau Perak.
Disapa lumba – lumba lucu
Nah, snorkeling udah, narsis di Pulau Perak juga udah jadi balik lagi deh ke Pulau Papatheo. Ketika diperjalanan kembali ke Pulau Papatheo kami disuguhi pemandangan yang unik yaitu adanya kawanan lumba – lumba yang sedang bermain, mereka menyampari kapal kami dan berenang di depan kapal sembari meloncat – loncat kemudian pergi lagi entah kemana. Namun pada saat akan sampai pulau lagi – lagi ada kawan lumba – lumba bahkan kali ini jumlahnya lebih banyak mereka nampak meloncat – loncat dari kejauhan kemudian lumba – lumba itu menyampari kapal kami sembari membolak – balikan tubuhnya seperti sedang menunjukan keimutannya. Teman – teman pun pada heboh dibuatnya dan takjub karena bisa melihat lumba – lumba di alam bebas itu adalah hal yang luar biasa. Bagi saya pun demikian, setelah 4 kali ke Pulau Seribu baru kali ini dapat pemandangan seperti itu.
Menikmati Senja Pulau Papatheo
Kapal telah bersandar lagi di dermaga, kami kembali ke tenda masing – masing, rasanya ingin segera bilas – bilas karena badan udah lengket banget kayak orang yang baru pacaran. Namun saat itu matahari akan tenggelam jadi kami tunda bilas – bilasnya, kami berjalan bersama menuju bagian barat pulau ini. Masha Allah, indahnya pemandangan matahari terbenam hari itu, cahaya matahari yang keemasan yang memantul di permukaan air laut, ditambah dengan gugusan pulau – pulau serta awan yang berarak rapi di langit, kami sama – sama memandangi matahari yang sebentar lagi tenggelam sempurna dan tugasnya digantikan oleh sang bulan.
Malam dipenuhi langit jutaan bintang
Matahari terbenam, hari sudah malam. Angin malam bertiup kencang namun langit diangkasa sana menunjukan bahwa keadaan akan baik – baik saja karena langit begitu bersih dan damai tanpa adanya awan tebal yang menutupinya. Di angkasa sana nampak gugusan bintang berjumlah entah berapa jumlahnya hanya Sang Pencipta yang tahu, pokoknya cantik sekali malam itu tapi sayang gag ada yang bawa SLR yang bisa mengabadikan langit malam itu.
Bakar – bakar ayam
Baru kali ini kemcer sama Bang Gery barbeque nya adalah ayam, biasanya ya selalu ikan namun karena belakangan cuaca ga bagus jadi yang jual ikan langganannya bang Gery ga bisa mastiin ketersediaan ikannya jadi bang Gery berinisiatif bawa ayam yang sudah diungkep jadi tinggal dibakar aja.
Malam itu kami dibagi 2 section, yaitu section 1 yang memasak tumis yang terdiri dari wortel, jagung, kacang panjang, potongan bakso daging serta telur dadar sedangkan section 2 itu yang bakar – bakar ayam. Disini salah satu asiknya kemping ceria dibanding nge-homestay yang tinggal nerima jadi aja, jadi kebersamaannya lebih dapat. Nah tumis, telur dadar dan ayam bakar pun udah siap saji. Untuk nasinya Bang Gery sudah pesan ke Ibu penjaga pulau, sama si Ibu juga dibuatkan beberapa ikan goreng (ga banyak) dan sayur sop.
Malam itu kami makan malam bersama di sebuah tempat dimana atapnya adalah langit dengan jutaan bintang, dan berdindingkan pantai dengan pasir putih dan ombak yang tenang ditambah lagi ada banyak sekali kecil – kecil berwarna biru menyala yang merupakan telur dari ubur – ubur, kalo malam kelihatannya cantik. Mewah banget kan makan malam kami.
Sesi Perkenalan, Curhat dan Modus
Oke, habis makan malam saatnya sesi perkenalan, untuk trip kemcer kali ini pesertanya ada 21 (termasuk Bang Gery) mereka adalah Saya, Jo, Andrew, Mbak Echa, Indri (kami berlima satu kantor), ada mbak Mitha dan Mbak Ipit yang satu kosan, Kris, Gie, D-5, Ito kriwil, Lela, Fitri, Pay, Wongso, Ejie, dan siapa lagi ya (ntar di update deh). Pokoknya malam itu kami semakin akrab.
karena hari semakin malam kami kembali ke tenda masing – masing untuk beristirahat.
Menikmati Sunrise Pulau Papatheo
Ayam – ayam yang dipelihara oleh penjaga pulau mulai berkokok bersahut – sahutan membangunkan kami satu per satu untuk shalat shubuh, setelah itu kami bersama – sama ke dermaga untuk melihat sunrise. Saya dan Bang Gery berinisiatif membawa kompor, teh dan sereal, jadi sembari lihat sunrise bisa minum yang hangat – hangat.
Masing – masing dari kami mencari posisi yang enak untuk melihat sang mentari yang terbangun, perlahan – lahan ia mulai menampakan wajahnya di timur sana, dari ¼, ½, hingga akhirnya nampak bulat sempurna, ia semakin naik ke langit untuk menjalankan tugasnya kembali menyinari dunia ini.
Nasi Goreng ala Chef Cak Andrew
Habis melihat sunrise kami kembali ke tenda untuk sarapan, berhubung nasi untuk makan semalam masih tersisa banyak dan masih ada telur, Andrew berinisiatif untuk menjadikannya nasi goreng. Nasi Goreng ala chef Andrew menggunakan bumbu saori saos tiram dan lada putih padahal bumbu itu aslinya digunakan untuk membuat tumis namun ditangan Andrew bisa dijadikan untuk nasi goreng, rasanya gimana? Maknyus, bro. Buktinya kalo udah jadi nasi gorengnya langsung dilibas habis sama teman – teman. Sampai Cak Andrew harus masak berkali – kali. Haha..
Selain nasi goreng, sarapan pagi itu ada juga mie rebus telur, ramen, agar – agar dan gag ketinggalan cireng bumbu rujak. Mantab!
Kembali Pulang
Setelah sarapan, kami membereskan tenda dan barang bawaan masing – masing. Jam 09.00 kami telah dijemput, sebelum beranjak dari Pulau Papatheo kami foto keluarga terlebih dahulu.
Setelah itu kami bergegas meninggalkan Pulau Papatheo menuju Pulau Harapan, sampai di Dermaga Pulau Harapan kami segera ke Kapal Garuda Express untuk nge-tag-in tempat, untungya kapal masih sepi. Setelah itu kami keluar lagi jalan – jalan di sekitar Pulau Harapan buat jajan, beberapa diantara kami membeli Cilung (aci digulung) dibuat dari Telur puyuh 2 butir, diberi cairan yang dibuat dari tepung agar kemudian ketika digoreng terus digulung dan diberi abon ikan. Rasanya? Aneh, kenyal – kenyal gitu dan telurnya juga ga kerasa. Ya udahlah cukup tau aja, oh iya harga cilungnya Rp 5.000
Habis jajan – jajan kami kembali ke kapal, waktu menunjukkan 11.15, artinya masih ada 45 menit lagi baru kapal akan jalan. Semakin lama makin banyak penumpang yang berdatangan menambah sesak isi kapal, panas dan pengap, keringat mengucur begitu derasnya, anak – anak kecil yang tidak tahan menangis sejadi – jadinya sang ibu pun cekatan ia kipas – kipasi anaknya hingga bisa tertidur.
Brumm.. bruumm.. bruumm bunyi mesin kapal terdengar disambut riang gembira oleh para penumpang yang sedari tadi kepanasan, akhirnya jam 12 lebih dikit kapal pun berlayar menuju Muara Angke. Kami sampai di Muara Angke tepat pada saat adzan ashar berkumandang. Sebelum kembali pulang ke rumah masing – masing kami makan bareng lagi di Pluit Village, rasanya aneh banget muka kucel, bawa keril gede dan tenda masuk ke dalam mall, haha.. Tapi itulah yang kami lakukan. Habis makan kami pun saling berpamitan dan semoga pertemanan ini kan selamanya.
Budget yang dihabiskan
Nah, ini bagian yang paling penting dan paling dicari, ya kan? Ngaku deh? Hehe..
- Kapal Garuda Express Muara Angke – Pulau Harapan PP : Rp 80.000
- Nasi kotak makan siang : Rp 20.000
- Ojek kapal 2 hari : Rp 800.000/20 = Rp 40.000
- Alat Snorkeling : Rp 35.000
- Izin mendirikan tenda : aslinya Rp 500.000 habis tawar menawar jadi Rp 400.000/20 = Rp 20.000
- Nasi putih dan ikan goreng gag seberapa serta sop di Pulau Papatheo : Rp 20.000
- Ayam buat dibakar serta bumbu – bumbu : Rp 10.000
- Biaya tambat kapal di Pulau Perak : Rp 25.000/20 = Rp 1.250
Jadi totalnya itu Rp 226.250 pembulatan ke atas Rp 227.000, murah atau mahal? Relatif lah ya yang jelas pengalaman kami selama melangsungkan trip ini begitu mengesankan.
Contact Person
Kamu pasti butuh ini nih, karena saya baik jadi saya kasih deh, hehe..
Untuk Ojek kapal dari Pulau Harapan ke Pulau Papatheo kamu bisa hubungi Pak Rambo di nomor 085711731920, jika kamu pakai jasa beliau, titipkan salam saya untuknya ya.
Merasa artikel ini menarik, seru dan informatif? hayuk atuh di comment, dishare juga boleh banget jadi semakin banyak yang tau kalo Indonesia itu Indah!
Comments