Kabut pekat turun mengaburkan pandangan di tengah perjalanan kami menuju Bukittinggi. Tepatnya ketika kami sedang melintas di Jalan Simpang Aia Angek Koto Baru – Padang Panjang Bukittinggi. Suasana dalam mobil terasa lebih dingin membuat kami memilih untuk menghentikan perjalanan di sebuah Pondok Lawang dan Kawa Daun Pak Pangeran.
Udara dingin langsung membekap tubuh tatkala kami keluar dari mobil. Sore itu Pondok Lawang dan Kawa Daun milik Pak Pangeran Sardi ini sedang dikunjungi oleh rombongan ibu – ibu dari sebuah perusahaan farmasi nasional terkemuka.
Kami mencari pondok yang kosong untuk beristirahat sejenak. Kami pun memesan lamang dan kawa daun sebagai penghangat diri. Sayangnya karena hari telah sore, tapai ketan sudah habis, padahal ia adalah pelengkap yang nikmat untuk menyantap lamang.
Lemang atau lamang untuk penyebutan di Ranah Minang ini terbuat dari ketan yang diolah bersama santan kelapa kemudian dimasukkan ke dalam bambu dengan panjang sekitar 30 – 40 sentimeter. Bambu tersebut lalu dibakar. Cara memasaknya yang seperti itu membuat cita rasa dan aromanya sangat khas.
Bambu yang dipilih untuk memasak lemang bukanlah bambu sembarangan. Bambu ini haruslah berkulit tebal karena harus tahan bakar. Jika berkulit tipis maka dapat merusak rasa lemang itu sendiri.
Pesanan kami pun datang, langsung saja kami menyantabnya bersama . Lemang buatan Pak Pangeran ini memiliki cita rasa gurih, pulen dan beraroma khas yang berasal dari bambu.
Menyeruput Secangkir Kawa Daun
Tak lupa menyeruput Kawa Daun untuk menampik rasa dingin. Minuman khas Minangkabau ini terbilang unik karena ia dibuat bukan dari kopi melainkan daun pohon kopi. Adapun daun kopi yang dipilih ialah daun yang sudah tua berwarna kekuning – kuningan yang sudah hampir gugur ke tanah.
Usai dipetik, daun ini dijemur terlebih dahulu setidaknya satu jam. Setelah dijemur, daun kopi lalu dikeringkan di atas tungku perapian atau disangrai. Proses pengeringan ini tidak boleh terlalu lama, hanya beberapa jam saja.
Saat akan diseduh, daun kopi harus benar – benar telah kering hingga bisa disajikan seperti serbuk teh. Penyeduhan kawa daun sama seperti saat membuat teh. Air yang telah berubah warna kehitaman lalu disaring dan disajikan ke cangkir yang terbuat dari batok kelapa.
Menurut saya, rasa kawa daun itu seperti kopi yang berpadu dengan teh. Agar lebih nikmat, kita bisa menambahkan gula atau susu kental manis sebagai pemanis kopi. Untuk menambah aroma, bisa ditambahkan kayu manis. Mantap rasanya!
Oh ya, di pondok ini juga menyediakan durian sebagai teman menyantap lemang. Hanya saja harga durian yang dijual disini lebih mahal dari biasanya. Jadi terserah anda saja, mau menyantab lemang dengan durian atau tidak. Yang jelas, tempat ini asik untuk sejenak istirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi.
Comments