Bus berwarna merah maroon ini mulai melaju meninggalkan Bandara Internasional Incheon, sopirnya ialah seorang pria paruh baya yang sepertinya sudah sangat berpengalaman sekali membawa bus pariwisata.
Sementara itu Alex sebagai guide mulai memperkenalkan dirinya dalam bahasa Indonesia! Ya, pemandu wisata di Korea yang membawa tamu dari Indonesia sangat fasih berbicara dalam bahasa. Alex mengaku belajar bahasa Indonesia di Bandung selama 2 tahun. Tidak hanya dia saja, tapi banyak pemandu wisata lainnya yang belajar bahasa langsung di Indonesia.
Selain Alex, krew perjalanan ini ialah Lee yang bertugas sebagai fotografer. Sebelumnya Vena, team leader dari Antavaya telah menyampaikan bahwa memang selama perjalanan akan ada guide dan fotografer. Namun, fotografer ini tidaklah gratis, ia akan memotret tamu – tamu yang dibawanya lalu mencetak fotonya untuk dijual di akhir perjalanan. Harganya terbilang mahal, 1 lembar foto dijualnya seharga 5000 Won atau sekitar Rp 60.0000, kita dipersilahkan untuk membeli atau tidak.
By the way, struktur organisasi dalam sebuah tour di Korea ini juga kami adaptasikan pada saat kami mengemas Paket Tour Padang. Jadi ada Team Leader, Tour guide dan Fotografer. Jadi kalau mau ke Padang, hubungi kami ya, Tour Padang dengan standar Korea. Promo.. promo..
Terdengar lucu mendengarkan Alex berbicara dalam bahasa Indonesia dengan aksen Korea, namun Alex sangat percaya diri dengan kemampuan bahasanya tanpa ada rasa canggung. Ia juga pandai membuat jokes ringan yang dapat mencairkan suasana.
Destinasi pertama kami seharusnya adalah Gedung Biru yang merupakan Istana Kepresidenan Korea Selatan, namun pada saat itu Gedung Biru baru saja mengalami proses transisi usai Park Geun-hye dimakzulkan dari posisinya sebagai presiden.
“terus terang, Alex malu punya presiden seperti dia” kata Alex
Park Geun Hye dimakzulkan karena dianggap mengkhianati rakyatnya, melakukan skandal korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia juga diduga melakukan persengkongkolan dengan sahabatnya, Choi Soon – sil untuk memeras beberapa perusahaan besar termasuk Samsung. Ini diceritakan dengan terang oleh Alex.
1 jam perjalanan dari Bandara Internasional Incheon akhirnya kami sampai di National Folk Museum of Korea.
Turun dari bus, kami melihat rombongan anak – anak TK yang sedang berlari – lari didampingi gurunya. Melihat wajah – wajah lucu anak – anak Korea membuat kami ingin memotretnya, namun sang guru langsung teriak “hajima.. hajima” sambil menyilangkan tangannya. Kalau diartiin jangan lakukan itu.
“ayo bapak ibu ikuti Alex” ia terus berjalan di depan kami sembari membawa tongkat dan bendera berbentuk segitiga dengan logo Antavaya. Bendera ini penting banget sebagai penanda sebab memang banyak sekali rombongan wisatawan dari travel lain.
Kami pun tiba di pintu masuk National Folk Museum of Korea. Menurut informasi, museum ini memiliki kurang lebih 2.240 artefak. Terdapat display dan info detail yang ditampilkan, kita bisa melihat langsung bagaimana cara hidup masyarakat Korea, pertaniannya, hingga kepercayaan dari budaya Korea sendiri. Mulai dari alat – alat rumah tangga dan dapur khas Korea, rumah tradisional, tandu becak, peringatan ulang tahun hingga pemakaman.
Bagi saya yang menyukai sejarah (karena ayah saya guru Sejarah) yang menarik museum ini ialah di bagian time history of Korea yang menceritakan bagaimana cerita Korea dari masa lalu, dicaplok oleh Jepang, mendapatkan kemerdekaannya yang sayangnya justru usai kemerdekaan mereka mengalami Proxy war dengan Korea Utara yang membuat mereka terpisah menjadi dua bagian. Korea Utara dengan paham komunisnya dan Korea Selatan dengan paham liberalnya.
Bagi yang menyukai musik, museum ini juga menampilkan alat musik tradisional orang Korea. Tersedia headset yang bisa digunakan untuk mendengarkan contoh suara dari alat musik tersebut.
Setelah melihat keseluruhan isi museum kami pun keluar dari sana dilanjutkan berjalan kaki menuju Istana Gyeongbokgung.
Comments