Sebagai orang yang pernah tinggal 4 tahun di Surabaya, tentunya seringkali saya rindu dengan kuliner khas Surabaya. Maka dari itu saat melihat postingan instagram mengenai acara Festival Kuliner Suroboyo 2017 saya langsung semangat, saya follow akun instagram @festivalkulinersuroboyo untuk mengetahui tiap update informasinya.
Saat pertama kali pengumuman acara Festival Kuliner Suroboyo rencananya akan diadakan pada 3 – 5 November 2017 bertempat di Nifarro Park Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Namun ternyata terjadi perubahan dari semula 3 hari menjadi 2 hari saja yaitu 3 – 4 November 2017.
Saya melewatkan acara di hari pertama karena itu kan di hari kerja. Dilihat dari informasi instagram @festivalkulinersuroboyo nampak animo masyarakat untuk datang di acara ini sangat tinggi dan banyak tenant yang sudah sold out sore hari meski acara masih berlangsung hingga malam hari. Panitia pun menjanjikan akan menyediakan porsi makanan lebih banyak lagi.
Well, saya baru bisa datang di hari kedua. Selain karena memang ingin berburu kuliner khas Surabaya, motivasi saya kesini juga ingin ikutan lomba fotografi on the spot.
Saya tiba di Nifarro Park sekitar jam 3an sore. Nampak ramai sekali pengunjung yang datang di acara ini. Untuk membeli makanan yang dijual tenant, pengunjung harus menukar uang tunai dengan voucher yang disediakan oleh panitia. Ada hal yang saya kurang suka dari sistem ini yaitu apabila voucher tidak habis terpakai maka tidak bisa di refund.
Oke, saya menukarkan uang Rp 50,000 dengan voucher senilai Rp 50,000 (ya iyalah, kalau lebih atau kurang jadi riba namanya)
Saya mulai mengitari tenant – tenant yang ada di acara ini. Ada Sate Klopo (sudah sold out), Sego Krawu (sudah sold out), pecel semanggi (masih ada Cuma saya ndak suka), Rujak Cingur (sudah sold out), Bakso Malang dan Cwie Mie (hemm, ini sih banyak dimana – mana ya, skip), Pecel Pincul (masih ada namun antriannya panjang), Gule Ampel dan Roti Maryam (masih ada tapi tinggal dikit dan ngantri), putu ayu (ini juga banyak di Jakarta dan ternyata tinggal gerobaknya aja alias sudah sold out), nasi goreng dan kopi (kopi segelas Rp 20K, engga deh, hehe), UMKM Surabaya (jualan kue – kue kering gitu), Mangut dan Iwak Pe (sudah sold out), Lontong Kikil dan Lontong Balap (sudah sold out), Soto Madura (yang hampir sold out) dan kue oleh – oleh kekinian dari Surabaya yakni Snowcake Surabaya.
What???
Hampir semua tenant sold out, padahal acara baru berakhir tengah malam nanti. Daebak!
Akhirnya saya pun ikut mengantri di tenant Nasi Pecel Pincuk. Mas – mas yang bekerja di tenant nasi pecel ini bekerja dengan cepat. Ia memasukan semua bahan nasi pecel pincuk yang terdiri dari nasi pulen, potongan kacang panjang rebus, tauge rebus, daun singkong rebus, kembang turi rebus, irisan kol rebus dan menyiramnya dengan saus kacang ditambah dengan peyek kacang dan lauk empal. Harga yang saya tebus untuk seporsi Nasi Pecel Pincuk ini Rp 25,000.
Saat saya sibuk mencari tempat untuk menyantab nasi pecel ini, saya bertemu dengan teman satu angkatan yaitu Gita dan Fitri yang seperti Jin dan Jun, selalu berdua.
Setelah mendapatkan tempat untuk makan, saya pun menyantab dengan lahab nasi pecel yang rasanya cukup mengobati rasa rindu saya dengan nasi pecel tombo luwe Keputih langganan saya ketika kuliah di ITS dulu.
Demo Masak Bersama Ibu Sisca Soewitomo
Salah satu agenda yang ditunggu – tunggu oleh pengunjung yang hadir di Festival Kuliner Suroboyo adalah demo masak bersama pesohor boga legendaris, Ibu Sisca Soewitomo.
Acara ini seperti mengobati kekecewaan saya dengan habisnya makanan di hampir semua tenant yang ada.
Meski usianya sudah 68 tahun, Ibu Sisca nampak masih cantik, sama seperti yang saya lihat di televisi pada masa saya belum mengerti sinus, cosinus dan tangen.
Pada kesempatan ini, Ibu Sisca mengajak para pengunjung memasak rawon, setelah itu kue dadar gulung dan kue kembang. Di tangan Ibu Sisca semuanya nampak mudah dan saya selalu ingat ucapannya yang selalu disebut ketika usai memasak “bagaimana ibu – ibu, mudah bukan?”
Usai demo masak, pengunjung mendapatkan semangkuk rawon gratis yang dibagikan panitia, begitu pun dengan kue dadar dan kue kembangnya.
Selagi asik menyantab rawon, Ibu Sisca berpesan kepada pengunjung bahwa agar masakan yang dimasak terasa enak maka memasaklah menggunakan hati. Oh pantes aja masakan istri saya selalu enak dimakan, ia pasti memasaknya menggunakan hati ditambah cinta dan rasa sayang.
Acara demo masak pun diakhiri dengan sesi foto bersama yang disambut antusias oleh pengunjung.
Restock Lagi!
Selagi acara demo masak, panitia mengumumkan bahwa beberapa tenant akan restock lagi. Dan saya pun mendapatkan menu yang kedua yaitu Lontong Kikil yang harganya Rp 25,000, mahal namun porsinya seuprit dan penyajiannya tidak bagus untuk di foto.
Penutup
Acara Festival Kuliner Surabaya ditutup jam 24.00, semakin malam semakin ramai saja pengunjung yang datang namun banyak dari mereka yang kecewa karena hampir semua tenant telah sold out.
Sementara itu di panggung para musisi dan penyanyi memeriahkan acara, mungkin acara ini cukup menghibur namun tidak bagi mereka yang datang kesini dengan niat mengobati rindu kepada kuliner khas Surabaya.
Saya pribadi sedikit kecewa pada pelaksanaan Festival Kuliner Suroboyo kali ini, mungkin karena memang ini adalah acara yang pertama kali diadakan sehingga tenant yang hadir disini tidak percaya diri menyediakan stock persediaan makanan yang banyak, sehingga meskipun acara berlangsung masih lama namun makanan yang dijual sudah habis. Padahal tiap kali diadakan Festival Kuliner khas daerah di Jakarta pastinya animo masyarakat akan tinggi. Ada yang datang karena rasa rindu pada kuliner itu sendiri, rasa penasaran ingin mencicipi kuliner khas daerah atau karena memang suka dengan kulinernya dan ada juga yang datang karena ingin reunian bersama teman –teman, di festival ini banyak sekali alumni ITS yang hadir bersama teman – teman satu angkatannya.
Semoga apabila Festival Kuliner Suroboyo diadakan kembali, pihak penyelenggara mampu meyakinkan lebih banyak lagi penjual makanan khas Suroboyo dan sekitarnya untuk membuka tenant di acara ini, selain itu tentunya stock makanannya pun harus ditambah sehingga apa yang terjadi pada FKS tahun ini (sudah habis sebelum waktu berakhir) tidak terjadi lagi.
Anyway, saya tetap ingin mengucapkan terima kasih kepada penyelenggara Festival Kuliner Suroboyo yang setidaknya sudah sedikit mengobati rindu saya akan kota Pahlawan dan di acara ini saya juga bertemu dengan teman seangkatan serta adik – adik kelas yang baru saja mulai berjuang hidup di ibukota. Matur Suwun, Rek!
Comments