Kami keluar dari Kawasan Batu Mentas dengan perasaan deg – degan karena mobil yang kami tumpangi bensinnya sudah tiris, berharap akan segera kami temui penjual bensin eceran karena di Belitung jangan terlalu berharap banyak dengan SPBU. Sudah dua SPBU yang kami temui tapi semuanya tutup.
Akhirnya ketika menemui penjual bensin eceran kami menepi terlebih dahulu untuk membeli bensin sebanyak 10 liter yang per liternya dijual dengan harga Rp 8.000, lebih mahal memang tapi biarlah daripada mogok dijalan.
Norak Ria di Jalan
Saat ibu penjual bensin eceran ini menuangkan liter demi liter ke dalam tangki mobil, kami asik sendiri bermain di tengah jalan yang lebar, mulus namun sepi itu. Mungkin hanya butuh sepuluh jari saja ketika menghitung mobil yang melewati jalan saat itu. Memanfaatkan kondisi jalan seperti ini kami berswafoto, norak ya, biarin.
Lanjut ke Replika SD Muhammadiyah
Perasaan menjadi lega setelah mobil diisi bensin, kami melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya yakni Replika SD Muhammadiyah yang berada di Gantong. Dalam waktu 1 jam perjalanan kami tiba di obyek wisata yang menjadi salah satu primadona Belitung ini.
Dasar tukang makan! Setelah beli tiket masuk sebesar Rp 3.000 per orang, bukannya langsung ke replika malah duduk – duduk di warung makanan yang tersedia disini. Kami mencoba semua jajanan pasar yang dijual oleh seorang ibu yang menawarkan kami jajanannya dengan logat melayunya yang kental.
“ayo dicobe, ini namenye pulut ketan” kata ibu penjual
Kami mencoba semua yang ada di foto bawah ini,
Semuanya enak, nambah lagi soalnya murah, inilah yang salah satu hal yang saya sukai dari Belitung, meskipun merupakan destinasi wisata tapi harga makanan disini tetap normal sehingga wisatawan sangat nyaman.
Habis makan malah mager ditambah dengan kedatangan rombongan yang menggunakan bus membuat obyek wisata yang tadinya sepi sewaktu kami datang berubah jadi ramai. Kami menunggu giliran, kalau sudah sepi saatnya kami beraksi. Menunggu 5 hingga 10 menit gag sepi – sepi juga, ya sudahlah kami tetap berfoto dengan latar bangunan sekolah dua ruangan yang disangga oleh dua batang pohon meski banyak orang – orang yang masuk ke dalam frame foto kami.
Hujan di Museum Kata Andrea Hirata
Usai berfoto, kami beranjak menuju Museum Kata Andrea Hirata yang lokasinya berdekatan dengan Replika SD Muhammadiyah.
Usai direnovasi, tiap pengunjung yang hendak masuk ke dalam museum diwajibkan untuk membeli buku saku Laskar Pelangi atau CD yang berisikan musik soundtrack film Laskar Pelangi serta lagu – lagu Melayu seharga Rp 50.000, jumlah yang terbilang besar untuk masuk ke sebuah museum. Karena hal ini, saya melihat bus – bus pariwisata hanya melenggang saja melewati jalan di depan museum. Yang terparkir di muka museum hanyalah mobil – mobil pribadi, yang paling besar paling Toyota Hiace, itu juga tidak semua rombongan yang masuk ke dalam.
Kami pun demikian, tidak ada yang masuk, karena seperti yang saya bilang sebelumya Rp 50.000 adalah harga yang terlalu mahal untuk masuk ke dalam museum. Jadinya kami hanya ngopi – ngopi aja di Warung Kupi Kuli yang berada di luar museum sembari menunggu masuknya waktu shalat Jum’at
Allahu akbar, allahu akbar adzan pun berkumandang, kami meninggalkan aktivitas menuju rumah-Nya yang berada persis di depan museum. Khatib naik ke mimbar, memberikan wasiat kepada jamaah dan dirinya sendiri bertemakan tentang shadaqah.
Usai shalat kami mendapati berkah dari Allah yang datang dari langit yaitu hujan deras. Sembari menunggu hujan reda, dalam hati saya berdo’a semoga tahun depan saya dapat melepaskan status single ini. Bukankah hujan merupakan waktu yang mustajab untuk berdo’a?
Catper yang berujung Curhat.
Comments