Sunrise itu indah, namun butuh perjuangan untuk mendapatkan keindahannya. Orang yang ingin melihat bangunnya matahari di ufuk timur harus mengorbankan waktu tidurnya, ia harus bangun lebih awal dari biasanya. Begitu pun dengan kami yang hendak menyaksikan pesona Sunrise yang ada di Danau Kaolin.
Ayam belum berkokok, pagi masih gelap dan dingin, namun kami sudah terbangun sembari menanti waktu shubuh.
Pagi itu langit Negeri Laskar Pelangi seperti layaknya suasana hati seorang jomblo yang teraniaya, langit ditutupi awan mendung berwarna kelabu dan turun rinai hujan sedikit – sedikit. Kami agak kurang yakin akan mendapatkan sunrise kali ini, tapi daripada penasaran kami pun berangkat menuju ke Danau Kaolin yang berada di Jalan Murai.
Dari hotel kami menggilas aspal jalanan yang masih sepi, dingin dan basah. Dalam waktu kurang dari 15 menit kami telah tiba di Danau Kaolin. Pagi itu sudah ada satu buah Hiace yang membawa rombongan ibu – ibu berusia diatas 50 tahun, sebuah mobil avanza yang berisikan para penggemar fotografi yang menenteng kamera dengan lensa yang beratnya seperti barbel yang selalu dibawa oleh Agung Hercules, lengkap juga dengan tripodnya. Dan sebuah sepeda motor yang berisikan dua blogger, yang satunya sudah pro sedangkan satunya lagi masih abal – abal, mereka adalah kami sendiri.
Dari google mengatakan bahwa sunrise di Belitung pada hari itu akan terjadi pada pukul 05.30, sementara itu detik – detik yang berlari di lingkar tangan sebelah kiri sudah menunjukkan waktu tersebut. Tapi, kemana sang mentari? Kenapa tak jua menampakan dirinya?
Ah, rupanya ia ditutupi oleh awan – awan mendung, masih berharap tapi apa daya hingga ia terus naik awan mendung masih menutupi dirinya. Pagi itu kami semua gagal mendapatkan momen sunrise di Danau Kaolin.
Rombongan ibu – ibu yang masih menggunakan daster kembali memasuki Hiace dan meninggalkan lokasi, begitu juga dengan para fotografer yang kembali melipat tripodnya, dan kami sendiri segera beranjak dari sana menuju Bundara Satam untuk mencari sarapan pagi karena di hari pertama kami memesan kamar hotel tanpa sarapan.
Sarapan Pagi di Warung Mak Jannah
Saya mengajak Ipuy untuk mencicipi Soto Lontong Belitung Mak Jannah. Hari itu, kami adalah pembelinya yang pertama, kami memesan dua porsi Soto Lontong serta untuk minumnya kami pesan Teh Tarik Hangat.
Soto Belitung racikan Mak Jannah terdiri dari irisan lontong, kentang rebus, bihun, daging tipis – tipis yang tipisnya mirip seperti kondisi dompet saya di akhir bulan, tipis banget, kuah santan berwarna kuning yang ditaburi bawang goreng serta emping. Rasanya pas banget dilidah serta porsinya yang gag besar itu membuatnya sangat cocok dijadikan sebagai sarapan.
“heemmm, sempurna” kata Ipuy saat menyeruput Teh Tarik Mak Jannah, rasa teh-nya memang mantab, memenuhi kriteria teh yang enak, WASPITEL, wangi Sepet Legi dan Kentel. Kalo Westafel, itu tempat cuci tangan, garing ya? Biarin, krik krik krik, bunyi jangkrik.
Seporsi Soto Belitung Mak Jannah harganya Rp 15.000, sedangkan untuk teh tariknya Rp 8.000, jadi pagi itu kami telah mengeluarkan total RP 23.000 untuk sarapan pagi di Belitung, cukup terjangkau, bukan?
Comments