Selamat tinggal Sawahlunto, semoga kita bisa berjumpa kembali,
Tujuan kami selanjutnya adalah Istana Basa Pagaruyung yang berada di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar. Entah sudah berapa kali saya mengunjungi istana ini tapi tidak pernah ada bosan – bosannya. Apalagi Alwan yang belum pernah kesana, dia sangat tertarik sekali untuk melihatnya dari dekat.
Istana Pagaruyung berjarak sekitar 40 Km dari Sawahlunto, membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1,5 jam. Dari Puncak Cemara Sawahlunto saya melewati Talawi, tempat kelahiran Pahlawan Nasional Muhammad Yamin, disini pula ia dimakamkan bersanding dengan mendiang ayahnya.
Selepas Talawi kami menemui perbaikan jalan sehingga harus sabar mengantri, setelah itu jalan kembali lancar hingga sampailah kami di depan Istana Pagaruyung.
Kami menuju loket pembelian tiket masuk, ternyata di dalam loket ada Wilma, teman saya yang bekerja sebagai local guide disini. Di musim libur lebaran seperti ini kesibukannya dua kali lipat. Biasanya ketika saya berkunjung ke Pagaruyung, ia senantiasa menemani, menjawab segala pertanyaan saya, bahkan pernah juga menjadi partner pada saat menjelajahi Nagari Tuo Pariangan, serta menjelajahi berbagai situs peninggalan kerajaan Pagaruyung yang berada di Batusangkar dan sekitarnya.
Kami pun masuk ke dalam pelataran Istana Pagaruyung yang ketika itu sangat ramai dikunjungi oleh wisatawan.
Kaki terus melangkah, hingga kami tiba di pintu masuk istana.
Di pusat informasi kami berjumpa dengan Bang Yose dan Kuntum, local guide termuda di Istana Pagaruyung. Saling mengobrol sebentar lalu, setelah itu kami baru menelusuri segala isi yang ada di istana ini.
Puas berfoto dengan segala pernah – pernik istana, kami pun beranjak dari sana menuju tujuan yang saya masih belum tahu. Apakah di puncak Aua Sarumpun atau tepian Danau Singkarak? Yang penting kami bisa mendirikan tenda untuk beristirahat nanti malam.
Menuju Tepian Danau Singkarak
Dari Istana Pagaruyung kami menuju pasar yang berada di pusat kota untuk mencari spirtus sebagai bahan bakar alat masak kami. Setelah di dapat, kami beranjak menuju jalan raya Batusangkar – Ombilin.
Tepat di Km 2, kami berhenti di rumah makan Aie Tanang, sebelumnya saya pernah makan bareng disini bersama Wilma dan adik – adiknya, mencicipi Pangek Ikan Sasau. Disini kami membeli nasi dan lauk untuk makan malam kami.
Sebenarnya saya ingin sekali mendirikan tenda di Puncak Aua Sarumpun, namun saya teringat bahwa tempat tersebut mereka arena favorit para pemburu babi hutan yang artinya banyak babi hutan berkeliaran disana terutama di malam hari. Kalau rame – rame mungkin gag masalah, tapi kami hanya berdua, oleh sebab itu kami teruskan saja perjalanan ini hingga Ombilin, kami akan mendirikan tenda di tepi Danau Singkarak.
Kami tiba di sebuah masjid yang berada persis ditepi Danau Singkarak. Masjid ini memiliki dermaga tempat dimana orang – orang biasa menghabiskan waktu untuk memancing. Di dermaga ini kami membuka bekal kami lalu memakannya.
Adzan tiba, kami pun shalat menghadap-Nya, bersyukur kepada-Nya karena hingga saat ini masih berada dalam lindungannya.
Usai shalat kami mencari tempat untuk mendirikan tenda, tak jauh dari masjid kami sudah mendapatkan tempat yang kami maksud. Dengan cepat kami dirikan tenda lalu masuk ke dalamnya untuk beristirahat.
Comments